Rabu, 01 April 2009

Kota Tokyo



Tokyo (Tokyo Metropolis resmi) adalah salah satu kota yang paling diidamkan untuk tinggal dan nama yang sering dikaitkan dengan sihir saat paling dalam kehidupan orang-orang - mimpi datang benar. Namun apa yang sebenarnya arti dari nama?
Tokyo (Tokyo: Untuk (timur) + kyo (modal))
Secara geografis, Tokyo adalah salah satu dari 47 prefectures Jepang terletak di sisi timur pulau utama Honshu, wilayah Kanto. Ada juga ibu kota dan kota terbesar di nusantara. Namun lebih sering daripada tidak disebut metropolis (ke) daripada prefektur (ken). Tokyo Metropolis yang meliputi 23 khusus wards (tokubetsu-ku; Shibuya dan Shinjuku termasuk orang-orang yang lebih terkenal wards), 26 kota, 5 kota dan 8 desa, termasuk Izu dan Kepulauan Ogasawara, beberapa Kepulauan Pasifik kecil di bagian selatan dari pulau utama Honshu.
Bangun! Saya tahu dari otak manusia recoils fakta geografis tetapi melalui mereka akan membantu Anda mendapatkan your composure sementara perjalanan yang sibuk di kota yang penuh dengan bangunan tinggi futuristik. Bepergian tanpa pengetahuan seperti berlayar tanpa kompas, dan kompas adalah semua yang dapat diandalkan di sini.

Read More...

Minggu, 29 Maret 2009

Sosiologi

• SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU: menyatukan pecahan-pecahan sosiologis

Ada 5 orang buta yang memperoleh kesempatan untuk berkunjung ke kebun binatang di mana mereka dapat berinteraksi dengan gajah, maklum mereka buta sejak dini dan tidak tahu bagaimana bentuk gajah tersebut. Yang satu memegangi ekornya, dan berujar, "aha... gajah itu berbentuk tipis dan panjang", yang memegangi kakinya berteriak, "wah, gajah itu kokoh, besar, berbentuk lonjong dan tegak!", yang memegang telinganya berkata, "...gajah itu berbentuk tipis", yang memegang belalainya berkata, "gajah itu panjang, agak lonjong dan melayang!", sementara yang sempat menaiki punggung gajah berkata, "wah, gajah itu besar sekali dan kita bisa menaikinya!". Semua memegang gajah, namun dengan tak adanya referensi bagaimana bentuk gajah, maka semua yakin dengan apa yang dipegangnya. Bagaimana cara agar semua orang buta tersebut mengetahui bentuk gajah yang sesungguhnya?

Berdasarkan sejarah, sosiologi memang ilmu yang muncul dari berbagai spekulasi tentang masyarakat, individu, interaksi sosial, struktur sosial, dan bagaimana struktur sosial tersebut bertahan seurut dengan waktu. Namun seiring dengan perkembangan waktu dan evolusi sains dalam peradaban manusia, maka berbagai pendekatan empirik mulai dilakukan. Asumsi tak cukup lagi hanya disandarkan pada akal sehat teoretisi, namun harus berlandaskan pada pengamatan dan jika mungkin ada pengukuran tentang hal tersebut, ada pengetatan-pengetatan dilakukan agar sosiologi tak terjebak ke perdebatan definitif, perdebatan debat kusir yang senantiasa tidak memajukan PEMAHAMAN kita akan masyarakat.

Secara sepintas, terlihat dengan jelas bahwa terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat besar di antara teori-teori sosial yang ada. Misalnya, yang mendasarkan perhatian pada struktur sosial akan berangkat dengan memperhatikan masyarakat condong kepada fungsionalisme, sementara di sisi lain yang berfokus pada dinamika masyarakat dan perubahan sosial akan cenderung untuk melihatnya dengan landasan konflik; bahkan melihat pola kerja sama individual atau antar kelompok dalam bentuk konflik pula, dan yang fokus pada bagaimana individu dalam membentuk struktur sistem sosial dan sebaliknya sistem sosial mempengaruhi perilaku individu melihatnya dengan kecondongan pada interaksionisme. Demikian seterusnya, dan seiring dengan perkembangan waktu dan spesialisasi obyek sosial yang hendak didekati, maka teori sosial akan cenderung terus bertambah.

• SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU: proses sosial dan model sosial

Sebagaimana dalam perkembangan ilmu alam, ilmu sosial juga berusaha untuk mensinergikan antara apa yang diamati di lapangan penelitian dan konstruksi teori sosial tentang hal yang hendak diteliti. Statistika adalah ilmu yang paling sering digunakan untuk melakukan berbagai hal yang mungkin diukur dalam sistem sosial. Cara untuk membandingkan konstruksi teori sosial tersebut dengan apa yang diperoleh di lapangan adalah dengan membangun model. Pada dasarnya konstruksi teori sosial dapat secara sederhana disebut sebagai model dari proses sosial yang diamati.

Namun memodelkan sebuah sistem sosial bukanlah pekerjaan mudah. Hal ini didasarkan pada dua hal. Pertama, interaksi kompleks yang terlibat dalam sistem sosial berarti bahwa hasil dari pemodelan tersebut sulit untuk dianalisis dengan menggunakan pendekatan biasa (kompleksitas sintaktik). Kedua, karakteristik dari fenomena sosial seringkali lebih baik didekati dengan representasi semantik alias pendekatan secara kualitatif biasa. Persoalannya adalah hal ini sangat sulit untuk diterjemahkan dalam metode formal, sehingga mengakibatkan kesulitan melakukan pengecekan dengan teori yang sudah ada selama ini.

Dalam ilmu alam, masalah seperti ini tentu sangat mudah untuk diatasi. Model yang dibangun dapat berbentuk simulasi. Simulasi menangkap struktur perilaku yang ada di obyek yang diamati untuk kemudian diujicobakan ke 'miniatur-miniatur' yang dibuat agar dapat menjelaskan fenomena yang terjadi. Contohnya adalah upaya manusia dengan berbagai bangunan geometri matematika seperti bola, lingkaran, balok, dan sebagainya yang dianggap sebagai struktur bentuk di alam. Bumi kita katakan berbentuk bola, kotak kita anggap berbentuk balok, lintasan peluru dikatakan berbentuk parabola, dan seterusnya. Simulasi adalah suatu bentuk model di mana kita dapat mencobakan/bereksperimen sedemikian hingga dapat mengetahui struktur yang ada di obyek nyata yang dianalisis.

Bagaimana cara mengetahui apakah sebuah gedung besar sudah tahan terhadap gempa? Apakah kita membangun sebuah bangunan besar lalu menanti gempa datang untuk mengetahui kekuatannya? Tentu tidak! Kita membuat bangunan dengan konstruksi semirip mungkin dengan bangunan yang hendak kita bangun. Tentu tak harus bangunan yang besarnya sama dengan yang kita bangun, kita bisa membuat miniatur yang konstruksinya sama. Lalu kita simulasikan dengan membuat getaran yang kira-kira mirip atau sama dengan gempa, apakah ledakan, apakah dorongan, dan seterusnya. Dari sini kita tahu apakah bangunan yang akan kita bangun dengan konstruksi yang sudah diujikan tersebut seberapa kuat jika dilanda gempa.

Tentu ini sangat berbeda dengan model yang menggunakan statistika. Kita lihat gambar di bawah ini, tentang alur logis pemodelan dengan pengolahan dan pengumpulan data dan dengan simulasi.


• Bagaimana alur di atas dalam praktik analisis sosialnya?

Dalam melakukan simulasi sosial, yang harus kita ingat dalam melakukan hal tersebut adalah kita harus berhati-hati dalam membuat model dari fenomena sosial yang kita amati. Kita harus dapat membatasi masalah berdasarkan aspek dan perspektif yang kita amati. Hal ini sangat penting karena sangat mungkin orang akan membuat model dari aspek dan perspektif yang berbeda terhadap sebuah masyarakat. Selain itu, konteks masalah yang kita amati juga harus jelas karena sangat mungkin orang menggunakan istilah yang sama untuk konteks yang berbeda. Namun satu hal yang pasti, kita dapat memecahkan suatu fenomena sosial dengan jauh lebih baik ketika kita menggunakan sebanyak mungkin aspek dan perspektif, meskipun aspek dan perspektif tersebut kontradiktif.

Pemodelan dan simulasi selalu diawali dengan ketertarikan kita pada suatu fenomena di dunia nyata. Fenomena ini kita namakan target. Tujuan selanjutnya adalah membuat model dari fenomena (target) tersebut, yang lebih sederhana dibandingkan dengan fenomena tersebut.

Dalam model statistika, peneliti mengembangkan sebuah model melalui suatu abstraksi dari suatu perkiraan tentang proses sosial yang terjadi. Pada metode ini, biasanya model yang dikembangkan berupa persamaan-persamaan matematis atau uraian-uraian kualitatif tentang suatu hal. Selanjutnya seorang peneliti haruslah mengumpulkan beberapa data yang akan digunakan untuk melakukan estimasi. Analisis yang dilakukan selanjutnya terdiri dari : pertama, peneliti akan membandingkan apakah prediksi yang dihasilkan oleh model memiliki kemiripan dengan data aktual yang didapat. Kedua, peneliti mengukur besar dari parameter dan membandingkan besar tersebut untuk mengidentifikasi parameter terpenting.

Untuk membuat simulasi sosial, seperti pada model statistika, seorang peneliti juga membangun suatu model dengan berasumsi pada perkiraan proses sosial yang ada. Namun berbeda dengan model statistik yang cenderung menggunakan persamaan matematis, model yang dibangun didasarkan pada program komputer - alur kerja, urut-urutan dari proses sosial tersebut. Program tersebut kemudian disimulasikan, yang berarti dijalankan pada komputer, dan hasil yang didapat diamati. Model yang didapat digunakan untuk memperoleh data hasil simulasi. Data hasil simulasi ini kemudian dibandingkan dengan data yang didapat dari lapangan untuk dicek apakah model yang dibangun menghasilkan output yang mirip dengan kondisi sebenarnya.

Kedua metode ini dapat digunakan untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena sosial yang ada. Namun meskipun terdapat banyak kesamaan antara dua metode ini, terdapat perbedaan yang sangat besar diantara keduanya. Bila model statistik bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara variabel yang terukur pada satu waktu tertentu, simulasi sangat memperhatikan keseluruhan proses yang terjadi. Dalam simulasi, dapat diperoleh penjelasan yang eksplisit tentang proses yang terjadi pada fenomena sosial yang dimodelkan. Hal yang kontras terjadi pada pemodelan secara statistik, yaitu pada metode ini akan dihasilkan pola dari hubungan-hubungan antara variabel yang diukur, namun dia tidak dapat memodelkan mekanisme yang mendasari hubungan-hubungan tersebut.

Read More...